Jumat, 12 Oktober 2012

The Lesson From The Distance


Have you realized that sometimes Distance is good for our phase of life ? I have.

Kalimat diatas mungkin biasa kita kenali dengan apa yang disebut dengan 'hikmah'. Sometimes we get difficult in looking for si 'hikmah' ya kan?. Makanya waktu si 'hikmah' ini ketemu, rasanya kok kayak pengen meluk-meluk si Maha Perencana, untuk segala rencananya yang sempurna untuk kita. Ya, 'jarak' adalah pelajaran hebat yang diberikan oleh Allah yang akhirnya menjadi hikmah tersendiri bagi perjalanan hidup keluarga kami.

Mau share sedikit yah....

Kesempatan bagi keluarga kami untuk tinggal bersatu dalam satu rumah bersama-sama hanya sampai dengan tahun 1998. Waktu itu kakak diterima kuliah di ITB, di kampus dan jurusan impiannya. Saya tidak tahu bagaimana perasaan orang tua saya saat itu, mungkin bangga, mungkin sedih. Yang saya tahu persis hanyalah perasaan saya saat itu, sangat sedih. Saya ingat betul gimana nakalnya saya ke kakak saya ini yang beda 5,5 tahun dari saya. Ya karena saya tahu persis, dia akan mengalah untuk apapun yang saya lakukan terhadapnya, hihi...*grinning. Sampai suatu ketika, dia harus pindah ke bandung dan berpisah dengan keluarga. Dan sayapun kehilangan obyek penderita. (duh pengen ketawa mulu nih nulisnya;p).

Lalu tahun 2002, tiba-tiba Bapak dapat SK penempatan di Kupang, NTT. Tak dapat dihindari lagi, Bapak harus pindah. Bapak saya ini tipe-tipe nggak banyak bicara. Bicara ya cuma seperlunya, paling sering kerja, nonton berita dan baca koran. Komunikasi saya dengan Bapak seadanya, jarang ngobrol juga. Tapi yang sweet dari bapak saya ini adalah beliau rajin nganterin susu coklat ke kamar saya ketika lagi musimnya ulangan. Itu aja. Hahaha.....*toss dulu dong pakk;p.

Jadilah setelah kepindahan Bapak ke Kupang, saya hanya tinggal berdua dengan ibu di Jogja.

Tahun 2006, ada suatu fase dimana kami sekeluarga terpisah-pisah dan tidak tinggal di satu rumah. Saya Kerja Praktek di Jakarta, Kakak sekolah di Malaysia, Bapak pindah ditempatkan di Pare-pare, dan Ibu saya tetap jaga kandang di Jogja (that's because my mom is a teacher, dan nggak bisa ikut pindah-pindah ngikutin Bapak).

Lalu tibalah tahun 2009. Bapak pensiun dan bisa kembali ke Jogja. Kakak saya juga udah kelar kuliah S2, menikah, dan memutuskan untuk tinggal di Jogja.  Semuanya nyaris kumpul lagi. Tapi ternyata, tahun itu giliran saya yang harus pindah keluar kota, Jakarta. Mau gak mau, suka gak suka :)

Lika-likunya emang udah mirip kayak drama. Sayang aja kalo nggak bisa ngambil lesson learned-nya. Si 'Hikmah' dari mata kuliah 'jarak' yang terdiri atas ratusan SKS ini saya rasakan benar-benar ketika saya ada di Jakarta sekarang. Jauh dari keluarga, dan semua menjadi lebih bermakna dan mengingatkan kembali pada semua perubahan yang terjadi.

Saya yang tadinya nakal banget sama kakak, adalah yang ternyata paling nggak bisa nahan air mata di stasiun ketika dia harus pulang ke bandung. Then i realized, i love him so much, dan kapok nakalin dia lagi. So do with my Father. Dulu satu rumah tapi nggak pernah ngobrol. Namun semenjak ditempatkan di luar kota, Bapak jadi lebih terbuka, sering bercerita dan tertawa. Dan sekarang ketika saya di Jakarta,  Bapak yang hobby ngirimin sms-sms lucu, Bapak yang nelpon untuk ingetin minum madu, Bapak juga yang selalu ngingetin ibu buat nelpon saya. Hihihi...

Sesusah-susahnya mata pelajaran 'Jarak' ini bagi keluarga kami, namun jarak inilah yang mengajarkan kami tentang kesetiaan, kekuatan, kasih sayang, tanggung jawab dan komitmen.  Jangan terlalu khawatir tentang jarak yang memisahkan, seiring dengan berjalannya waktu, dia akan mengajarimu bagaimana caranya untuk bertahan. Dan mungkin dia akan memberikan pelajaran lebih dari yang engkau bayangkan.

1.38 AM, Di Pulau Borneo, yang tetiba mengingatkan saya untuk menulis tentang jarak. Selamat Malam :)


"Another Aeroplane, another sunny place, i'm lucky i know....
but i wanna go home, mmm, I got to go home....".
 Home, Michael Buble.